Sabtu, 17 April 2010

ORANG TUA YANG KERAS MENANAM RASA TAKUT

Watak serta sikap dasar seseorang sangat dipengaruhi oleh pembinaan dan pendidikan di masa lampau. Sikap dasar anak sudah tertanam sejak dari kandungan ibu oleh sikap dan pola kebiasaan ibu. Ibu yang selalu sedih dan takut pasti membawa pengaruh yang unik dalam diri anak yang akan ibu lahirkan. Pembiasaan dan sikap-sikap anak yang terbentuk dalam usia-usia peka pasti akan sangat berpengaruh dalam perkembangan hidup seseorang. Dalam hal ini orang tua adalah lingkungan yang sangat menentukan dan menjadi akar serta dasar perkembangan kepribadian seseorang baik kea rah baik ataupun kea rah yang kurang baik. Banyak orang dewasa yang selalu dikuasai oleh perasaan takut sebagian besar adalah akibat pendidikan yang telah dikenyamnya dari orang tua. Orang tua yang kejam dan keras sering menanam suatu sikap dasar yang keras dan kejam pada anaknya, akan tetapi sikap itupun melahirkan perasaan takut. Anak yang terus menerus mendengar kata-kata kasar dan menyaksikan tindakan-tindakan kejam akan selalu merasa takut dan masih ada banyak sifat lain sebagai akibat dari rasa takut anatara lain: gagap, gugup, cemas, pasif, cepat merasa putusasa dan sulit mengambil keputusan.
Ada beberapa orang penakut dan pengecut. Diantar mereka itu yang mengalami perkembangan yang begitu baik sedangkan ada yang sampai sekarang belum berhasil menguasai dirinya, dan juga keadaannya memburuk. Teman SMP pak Kondrad (dalam majalah psikologi populer “Anda”, 1981) pernah dikeluarkan dari sekolah karena salah seorang pengajar tidak sabar lagi dan tidak mau menerima anak yang gagap dan takut menjadi muridnya. Ternyata sesudah berpindah ke sekolah lain, ia jadi begitu berani dan kepercayaan dirinya semakin besar. Dia baru saja mengisahkan pengalamannya itu sesudah memperoleh suatu kedudukan terhormat dan hidupnya yang sudah lebih stabil. Dan memang jujur pengakuannya. Sungguha malang bahwa dia barasal dari suatu latarbelakang hidup yang menyedihkan. Namun dia menerima kenyataan itu dan secara terus terang mengakuinya sebagai suatu kelemahan. Semasa kecilnya dia selalu merasa tidak tentram. Kekacauan antara ayah dan ibu selalu saja dia saksikan. Ayahnya adalah seorang yang kejam. Ibunya juga adalah seorang yang selalu ngotot dengan kata-kata kasar dan cacian. Terkadang dia menjadi sasaran perkelahian orang tuanya. Hal tersebut membuatnya merasa tertekan dan tertindih. Dia hamper tidak pernah mengalami situasi santai, malahan sebaliknya selalu tegang dan serius. Ia tidak pernah berkesempatan untuk berbicara menyatakan maksud dan rencananya. Ketakutan sudah sangat menguasainya. Tidak pernah dia menerima suatu kepercayaan dan kasih dari orang tuanya, yang ada hanya kata-kata suruhan dan perintah. Ketenangan dirasanya terlalu mahal untuk diperoleh dan kalaupun ada, barangkali hanya sekejap lalu lenyap kembali tanpa bekas. Dalam situasi seperti ini dia tentu tidak pernah memperoleh pendidikan dan pembinaan kepribadian yang baik.
Di sekolah dasar (SD) dia masih juga menemukan para guru yang kasar dan bengis terhadap anak-anak. Sangat seirng juga dia menjadi sasaran kelemahan orang lain karena memang dia adalah seorang yang gugup, takut dan selalu merasa diri rendah. Dia malah sering menjadi sasaran kekejaman para guru. Dia tidak tahu banyak dan dalam keadaan psikis seperti itu bagaimana mungkin dia dapat memenuhi segala tuntutan guru-gurunya? Ketika di SMP pun dia terpaksa berpindah sekolah karena mengalami otoritas yang sama. Tetapi di sekolah yang baru, dia merasakan suatu perubahan yang besar. Otoritas sekolah itu kelihatan sangat menghargakan semua anak. Semua anak diberi tempat yang wajar dan diterima sebagai pribadi yang mau berkembang. Di sana dia dilatih bagaimana seharusnya berbicara dan membaca. Dia juga mendapat bimbingan dalam banyak hal. Dan sekarang terbebas dari semua otoritas yang pernah dihadapinya, dia merasa bersyukur akhirnya dia mengalami perkembangan yang wajar. Dia semakin percaya diri karena dia selalu menerima kepercayaan dari orang lain. Dia diberi banyak tugas dan sering juga dia dipercayakan tugas berdiri diatas pentas. Dia akhirnya menyadari bahwa dia sudah menjadi seorang yang lebih beruntung dibandingkan begitu banyak temannya yang lain yang terus menerus ditindih kegagalan dan frustasi ketakutan. Dia sendiri dengan jujur mengakui bahwa dia sudah memperoleh keberanian dan rasa percaya diri oleh situasi akseptans baik dari otoritas maupun dari semua lingkungan sosial yang berpengaruh dan turut membinanya. Akan tetapi ia juga mengakui bahwa dia sampai ke taraf itu dia juga sudah menjadi takut oleh otoritas-otoritas yang keras dan menekan.
Sungguh seorang manusia hanya dapat lebih menjadi manusia kalau dia diterima sebagai manusia. Dia juga akan lebih menyadari dirinya kalau dia pernah disadarkan juga oleh orang lain.



Sumber : Majalah Psikologi Populer “Anda”, Oleh Kondrad, Edisi bulan Januari, 1981.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar